Tips Membuat Novel: Gaya Menulis Plotter, Pantser, atau Plantser?

Well, akhirnya aku bisa juga menulis postingan yang sesuai dengan tema blog ini. Namun sayangnya, ini bukan postingan tips membuat novel instan yang bagus agar best seller atau populer ya.  Ini hanya semacam keluh kesahku selama giat menekuni profesi sebagai seorang penulis tipe Plantser. Namun, jika dipikir-pikir, jika kamu memerlukan tips membuat novel dari dasar, ada baiknya juga untuk terus mengikuti postingan ini.


Tips Membuat Novel: Apa sih Plotter, Pantser, atau Plantser itu?

Sebenarnya, aku tidak terlalu jelas asal mula klasifikasi tiga kerajaan ini. Tahu-tahu sudah ada saja sebutan itu. Atau, mungkin sejarahnya ada tetapi aku tidak tahu? Hahaha…

Namun, jika dilihat dari metode menulis, ada dua pakem dasar yang membedakan cara penulis untuk menyelesaikan tulisannya, yaitu Pantser dan Plotter.

Penulis Tipe Pantser

Dilansir dari writingmastery.com, istilah  pantser atau pansting mengacu pada frasa ‘fly by the seat of your pants’ aka ‘terbang di dekat tempat duduk celanamu’. Jika diterjemahkan dalam istilah kita, mungkin merujuk kata ‘sambil jalan’ ya. Artinya, dalam proses menulis tersebut, tipe Plantser melakukannya sambil jalan, tanpa garis besar yang pasti apalagi tertulis. Hmm… paham kan maksudnya? Jadi semacam hubungan tanpa status yang tidak jelas mau dibawa ke mana tetapi anehnya, tetap enak saat dijalani.

Penulis Tipe Plotter

Beda dengan Pantser yang asal jalan atau asal tabrak, si Plotter sudah merencanakan segalanya dengan detail, mulai dari membuat sinopsis hingga outline,sampai hal-hal kecil macam background para karakternya. Pokoknya, jika plot belum solid, tidak ada kata memulai. Persis dengan susunan acara tujuh belasan yang nggak boleh melenceng sedikit pun.

 

Tips Membuat Novel: Gaya Menulis Plotter, Pantser, atau Plantser?

Penulis Tipe Plantser

Karena dua kerajaan tadi begitu ekstrim dan susah disatukan, maka tips membuat novel brilian lainnya akan menghadirkan semacam gerakan non blok. Yah, inilah contohnya, si tipe Plantser. Tipe ini mengadopsi kedua sistem dan memadukannya agar mendapat hasil yang terbaik. Doi mungkin membuat outline, sinopsis, plot, gambaran karakter tapi saat proses penulisannya mengambil sedikit gaya bebas dengan serong ke kanan, serong ke kiri seperti cara dansanya si Nona di Potong Bebek Angsa. Meski begitu, doi masih tetap berpegang teguh pada premis awal.

Suka Duka Menjadi Penulis Tipe Plantser

Nah, mengingat aku adalah tipekal air yang cenderung mengikuti wadahnya, maka tipekal paling nyaman untuk diikuti adalah tipe Planster. Hampir semua novel-novelku yang terbit itu memiliki plot dan outline kasar yang tidak tertulis. Aku juga selalu menuliskan karakter-karakter utama dan segala problema mereka. Namun sayangnya, semangat hangat-hangat tahi ayamku selalu menggebu sebelum sebuah draf rencana itu disusun baik. Dengan berbekalkan plot, outline, dan ending virtual di kepala, akhirnya diteruskan menjadi sebuah cerita. Hasilnya, proses menulis yang lebih nyaman dan fleksibel.

Karena tidak harus mengikuti pakem ketat yang ditentukan dari awal, proses menulis juga jadi lebih fleksibel. Namun saking lenturnya, tidak jarang di tengah-tengah proses, terjadi perubahan plot dan juga karakter. Apalagi jika tiba-tiba menemukan semacam plot hole. Karena itu, tidak jarang harus merombak cerita di tengah jalan dan diikuti perbaikan di bagian awal. Karena itu, sering sekali terjadi missmatch informasi yang kadang, saking kompleksnya lupa diluruskan dan berlanjut di meja editor. Hahaha… kasihan sekali ya editorku itu.

Namun, dengan banyaknya kekurangan, aku paling cocok dengan metode Planter ini. Alih-alih saat perencanaan, ideku seringkali lebih mengalir saat proses penulisan. Tidak jarang, adegan-adegan unik dan lucu malah tercetus begitu saja menjelang ditulis. Seolah-olah, proses menulis itu sendiri yang merangsang otak untuk lebih kreatif dalam memunculkan ide baru. 

Yah, itulah kurang lebih suka duka menjadi tipekal Plantser. Apakah aku terkesan mempromosikan tips membuat novel gaya Plantser ini?

Tidak ya. Proses menulis itu sebenarnya sangatlah subjektif, jadi sangat tergantung dengan pribadi dan nyamannya masing-masing. Jika kepribdianmu membuatmu harus mengikuti jadwal dengan ketat dan tiba-tiba panik karena satu hal melenceng, maka berpegangan teguhlah pada tipe Plotter. Sebaliknya, ada yang tidak terlalu suka ribet dan suka jalan sendiri, maka tipe Pantser tetap. Hanya saja, kamu harus tahu jika masing-masing gaya itu memiliki kelemahan dan kekurangan tersendiri.

Sementara aku sendiri, dari dulu metodeku penulis gaya bebas dan tanpa teori rumit yang banyak beredar itu ya. Baru-baru saja aku tahu jika cara itu ada namanya, jadi jangan heran jika aku masih mensontek di web lain saat mengetik kata Plantser. Hahaha…

Segitu saja ya curhat pendekku. Kira-kira kalian lebih cenderung tipe yang mana nih?

1 komentar untuk "Tips Membuat Novel: Gaya Menulis Plotter, Pantser, atau Plantser?"

Comment Author Avatar
Kayaknya saya kalau menulis fiksi pakai pakem gabungan keduanya (Pantser & Plotter). Walau belum pernah menerbitkan novel tapi saya sempat menulis di aplikasi wattpad. Dan pilihan ini karena lebih fleksibel terhadap perubahan-perubahan sesuai ide yang datangnya susulan.

Terima kasih informasi seputar kepenulisannya, Kak